a.
Pendidikan
Nilai/Moral
Moral
merupakan salah satu aspek penting dalam diri manusia. Moral merupakan
kemampuan manusia dalam membedakan hal yang baik dengan yang buruk. Moral
diperlukan manusia untuk membuatnya memiliki sifat-sifat positif. Pendidikan
nilai/moral perlu diterapkan sejak dini, khususnya pada masa sekolah dasar agar
menjadi dasar yang mereka pegang teguh dan melekat hingga mereka dewasa. Kebobrokan
moral yang terjadi saat ini merupakan salah satu akibat dari kurangnya
pendidikan nilai/moral yang didapat pada masa usia sekolah dasar. Sebagai
contoh, beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan berita mengenai pembunuhan
berencana seorang remaja putri bernama Ade Sara oleh dua orang temannya yang
juga masih berusia remaja. Terdapat pula berita mengenai pembunuhan dan
penyiksaan terhadap pembantu rumah tangga yang dilakukan oleh sebuah keluarga.
Kejahatan yang melanggar HAM tersebut dapat menjadi salah satu ciri rusaknya
moral bangsa yang terjadi pada saat ini. Sedangkan Kesuma dkk. (2012: 2),
mengemukakan beberapa indikasi tentang “apa yang salah dengan bangsa ini?”
antara lain: (1) Kondisi moral/akhlak generasi muda yang rusak/hancur, (2)
Pengangguran terdidik yang mengkhawatirkan, (3) Rusaknya moral bangsa dan menjadi
akut (korupsi, asusila, kejahatan, tindakan kriminal pada semua sector
pembangunan, dll.), (4) Bencana yang sering/terus berulang dialami oleh bangsa
Indonesia (dapat diduga sebagai azab atau bodohnya bangsa ini dalam memecahkan
masalah lingkungan, seperti banjir, longsor, kebakaran), (5) Kemiskinan yang
mencapai 40 juta dan terus bertambah, (6) Daya kompetitif yang rendah, dan (7)
Inefisiensi biaya pendidikan. Berdasarkan beberapa masalah tersebut, dapat
dipahami bahwa pendidikan nilai/moral sangat penting diterapkan sebagai solusi
dari permasalahan moral bangsa yang terjadi akhir-akhir ini. Pendidikan
nilai/moral perlu diterapkan khususnya di sekolah dasar karena pada masa ini,
anak diajari mengenai keterampilan-keterampilan dasar untuk diterapkan dalam
kehidupan nyata. Usia sekolah dasar merupakan masa fundamental bagi anak
sehingga apa yang dia peroleh dapat melekat dalam dirinya, begitupun pula
dengan pendidikan nilai/moral.
b.
Model
Role Playing dan Pendidikan Nilai
Model
role playing merupakan salah satu
model pembelajaran dimana siswa memerankan bermacam-macam peranan untuk dapat
melatih berbagai keterampilan. Beberapa keterampilan tersebut antara lain:
melatih kepercayaan diri, melatih mengekspresikan diri, merasakan apa yang
dirasakan orang lain (empati), dan lain sebagainya. Model role playing dapat menjadi salah satu cara untuk menerapkan
pendidikan nilai/moral karena dengan model ini, siswa dapat belajar berempati
dengan memerankan karakter tertentu. Joyce
et al. (2009: 328) mengatakan:
Model ini membantu masing-masing siswa
untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan
dilemma pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial, model ini
memudahkan individu untuk bekerjasama dalam menganalisis keadaan sosial,
khususnya masalah antarmanusia. Model ini juga menyokong beberapa cara dalam
proses pengembangan sikap sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah.
Dalam
memerankan bermacam-macam peranan, berbagai emosi siswa turut terlibat, seperti
sedih, bahagia, marah, kesal, dan lain-lain sehingga model ini pun dapat
melatih perasaan dan kepekaan siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Joyce et al. (2009: 329), proses role playing berperan untuk (1)
mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan pandangan
mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill pemecahan
masalah dan tingkah laku, (4) mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang
berbeda.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa model role
playing berkaitan erat dengan pendidikan nilai karena dapat mengajarkan
rasa empati dan melatih kepekaan siswa terhadap lingkungan sosial.
c.
Langkah-langkah
Model Role Playing
Shaftels
(Joyce et al., 2009: 332) berpendapat
bahwa role playing terdiri dari sembilan langkah:
1) Memanaskan
suasana kelompok
2) Memilih
partisipan
3) Mengatur
setting tempat kejadian
4) Menyiapkan
peneliti
5) Pemeranan
6) Diskusi
dan evaluasi
7) Memerankan
kembali
8) Berdiskusi
dan mengevaluasi
9) Saling
berbagi dan mengembangkan pengalaman
d.
Kelebihan
dan Kelemahan Model Role Playing
Kelebihan
1) Dapat berkesan
dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Di samping
merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
2) Sangat menarik
bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
3) Membangkitkan
gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa
kebersamaan.
4) Siswa dapat
terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan di bahas dalam proses belajar.
Kekurangan
1) Bermain peran
memakan waktu yang banyak.
2) Siswa sering
mengalami kesulitan untuk memerankan peran secara baik khususnya jika mereka
tidak diarahkan atau tidak ditugasi dengan baik. Siswa perlu mengenal dengan
baik apa yang akan diperankannya.
3) Bermain peran
tidak akan berjalan dengan baik jika suasana kelas tidak mendukung.
4) Jika siswa
tidak dipersiapkan dengan baik ada kemungkinan tidak akan melakukan secara
sungguh-sungguh.
5) Tidak semua
materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
Daftar
Pustaka:
Joyce,
et al. (2009). Model-model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kesuma,
D. dkk. (2012). Pendidikan Karakter.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar