a. Kondisi
guru saat ini
Masalah yang terjadi di
lapangan saat ini, berdasarkan pengamatan penulis, yaitu kondisi guru di
Indonesia yang sangat memprihatinkan. Di sebuah SD, penulis dapat mengetahui
keadaan guru disana yang secara karakter belum mencerminkan seorang guru yang
ideal. Dari segi karakter (kepribadian), seorang guru idealnya dapat menjadi
contoh atau panutan, dari hal-hal kecil saja. Dari sebuah SD saja, dapat
diketahui beberapa guru yang kepribadiannya belum ideal. Apabila kita berbicara
tentang kualitas guru, tentu saja bahasannya
akan panjang karena menyangkut banyak dimensi. Namun saya hanya akan menekankan
pada aspek kepribadian. Memang, di tengah gencar-gencarnya Kurikulum 2013 ini
guru dituntut banyak hal, mampu menerapkan pendekatan saintifik, meningkatkan
keilmuannya, melek IT, dan sebagainya. Dalam Fathurrohman dan Suryana (2012:
11), teknologi canggih seperti ICT merupakan keterampilan yang sudah harus
melekat di dalam kehidupan guru, sehingga dalam melaksanakan tugas pembelajaran
dapat membantu dan mendorong pola belajar yang menumbuhkan kreativitas dan
sikap kritis para siswa. Menurut saya, hal-hal tersebut merupakan
tuntutan-tuntutan kedua apabila tuntutan yang utama telah terpenuhi, yaitu:
karakter. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai seorang pegawai honorer sebuah
SD, terungkaplah beberapa permasalahan yang penulis anggap krusial. Ada guru
yang setiap hari datang terlambat, meskipun ada alasan, namun lebih
mementingkan kepentingan pribadinya (ke kantor pos dulu, mengantar anak dulu,
dan sebagainya). Lalu ada pula guru yang bersikap kurang pantas dengan salah
seorang oknum pegawai dinas pendidikan di daerah yang bersangkutan, dalam
artian bercanda kelewatan. Bahkan dua orang guru adu mulut di kantor hanya
karena masalah sepele. Sungguh kekanak-kanakan. Jangankan berupaya meningkatkan
kualitas, kehidupan mereka seakan-akan hanya berfokus mengurusi masalah pribadi
saja. Sudah menjadi guru PNS, sertifikasi, mendapat gaji yang besar mungkin
menurut mereka sudah cukup, tidak perlu mengejar apa-apa lagi, sehingga tidak
ada usaha. Lalu semangat mengajarnya pun sudah tidak ada. Mereka lebih
mementingkan bergosip membicarakan keburukan orang lain (bukan membahas hal-hal
yang bermanfaat) sambil menyantap bakso dibandingkan kewajiban mengajar. Ketika
masuk ke kelas pun hanya menyuruh anak mempelajari sendiri dengan cara membaca
buku dalam hati dan memberi tugas dari LKS.
b. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kondisi guru
-
Rendahnya tingkat pendidikan
-
Rendahnya motivasi
-
Faktor usia
-
Kurang profesionalnya proses perekrutan
guru baru
-
Mudahnya untuk menjadi guru honorer
Menurut
pendapat saya, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya kualitas
guru saat ini adalah sistem perekrutan guru sendiri. Guru merupakan profesi
profesional, namun kenyataannya, untuk menjadi guru merupakan hal yang mudah. Siapapun,
lulusan apapun, bisa dengan mudahnya menjadi guru honorer terutama di SD pedalaman
yang membutuhkan guru. Contoh, penulis pernah menyimak kisah guru Kelas 1 yang
bisa menjadi guru SD berawal dari kesehariannya sebagai ibu rumah tangga yang
selalu menunggu anaknya yang sedang sekolah lalu membutuhkan pekerjaan untuk
mengisi waktu sambil menunggu anak. Alhasil sekolah yang sedang membutuhkan
guru pun mengangkat ibu tersebut tanpa prosedur yang jelas. Cobalah bandingkan
dengan profesi yang selalu banyak peminatnya dan dianggap memiliki prospek yang
tinggi saat ini (kedokteran). Para remaja lulusan SMA berbondong-bondong ingin
menjadi dokter dan belajar sungguh-sungguh dalam menghadapi SBMPTN. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Menurut saya, karena profesi tersebut benar-benar dijaga
secara profesional. Perekrutan seseorang untuk menjadidokter menggunakan
prosedur yang jelas. Tidak ada seseorang yang berasal dari sembarang jurusan
lantas mengabdi beberapa tahun sebagai honorer lalu diangkat menjadi dokter.
Inilah lemahnya profesi guru. Banyak pegawai honorer yang berasal dari
sembarang jurusan, lalu mengabdi selama beberapa tahun (biasanya minimal 5
tahun) dan diangkat menjadi guru PNS. Hal tersebut menyebabkan banyak guru yang
mengajar di luar kemampuannya (tidak linier). Fathurrohman dan Suryana (2012:
5) mengatakan: “….40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar
bidang keahliannya.”
c. Pengaruh
kualitas guru terhadap siswa
Seorang guru profesional sepatutnya
memiliki empat kompetensi (pedagogic, sosial, kepribadian, dan profesional).
Kemampuan guru dalam mengajar, termasuk pula memahami perkembangan siswa
sehingga dapat menerapkan pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan
anak termasuk dalam kompetensi pedagogik. Seperti yang telah diuraikan di atas,
banyak guru yang mengajar di luar kemampuan bidangnya (tidak linier). Dampak
masalah ini terhadap prestasi belajar siswa tentunya adalah berdampak negatif.
Apabila guru tidak linier, dapat diartikan bahwa apa yang guru ajarkan kurang
dikuasai dengan baik oleh guru, walaupun misalnya dia belajar otodidak. Apabila
sang guru saja kurang menguasai, bagaimana dengan siswa yang dia ajarkan? Begitupun
pula dengan perkembangan siswa. Seseorang yang bukan berasal dari jurusan
kependidikan bisa saja menjadi guru, apabila ini terus terjadi, dia kurang
dibekali pemahaman mengenai perkembangan siswa. Dampaknya sangat berbahaya bagi
siswa. Guru tidak akan memikirkan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan siswa. Ini berarti
siswa kurang terfasilitasi untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangannya.
Biasanya seorang yang berasal dari jurusan non pendidikan hanya memikirkan satu
aspek perkembangan, yaitu kognitif saja. Mungkin secara kognitif, siswa akan
berkembang, namun bagaimana dengan aspek-aspek perkembangan siswa yang lain?
DAFTAR RUJUKAN
Fathurrohman,
P. & Suryana, A. (2012). Guru
Profesional. Bandung: Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar