Rabu, 23 Desember 2015

Pemecahan Masalah (Problem Solving)

A.       Pengertian Masalah
Cooney et al. (Shadiq, 2014) menyatakan pengertian masalah sebagai berikut “…for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ‘tantangan’ dan ‘belum diketahuinya prosedur rutin’ pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada para siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi ‘masalah’ atau hanyalah suatu ‘soal’ biasa.

B.       Pengertian Pemecahan Masalah
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian pemecahan masalah dari yang dikemukakan oleh para ahli. Polya (1962: 117) mengatakan “.... to have a problem means: to search consiciously for some action appropriate to attain a clearly conveived, but not immediately attainable, aim. To solve a problem means to find such action.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa memiliki masalah merupakan mencari beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, namun tidak dengan segera tercapai. Memecahkan masalah berarti menemukan beberapa tindakan.
Sedangkan menurut Wena (2011: 60), pemecahan masalah adalah petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Sementara itu, Shadiq (2014: 105) menyatakan bahwa pemecahan masalah (problem solving) adalah proses berpikir untuk menentukan apa yang harus dilakukan ketika kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan.
Lebih lanjut, Xin et al. (2008) menjelaskan kemampuan pemecahan masalah sebagai berikut:
Problem solving is the cornerstone of school mathematics. specific problem-solving behaviors distinguish successful problem solvers from poor problem solvers. For instance, successful problem solvers (a) quickly and accurately identify the mathematical structure (e.g. compare) of a problem that is generalizable across a wide range of similar problems, (b) remember a problem's structure for a long time, and (c) distinguish relevant from irrelevant information.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah merupakan landasan pembelajaran matematika.. Beberapa karakteristik pemecah masalah yang berhasil misalnya (a) dengan cepat dan akurat mengidentifikasi struktur matematika (contoh: membandingkan) dari masalah yang digeneralisasikan di berbagai macam masalah yang sama, (b) ingat struktur masalah ini untuk waktu yang lama, dan (c) membedakan informasi yang relevan dari informasi yang tidak relevan. Singkatnya, pemecah masalah sukses membangun masalah mereka pemecahan pada model konseptual dari situasi masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah (problem solving) memiliki dua peran, yaitu sebagai salah satu model/pendekatan pembelajaran dan sebagai salah satu kemampuan yang diperoleh siswa setelah mempelajari Matematika.

C.       Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut (Polya, 1956):
-            Memahami masalahnya.
-            Membuat rencana penyelesaian
-            Melaksanakan rencana penyelesaian.
-            Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.
Dewey (Nasution, 2009: 171) mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut:
a.         Pelajar dihadapkan dengan masalah
b.        Pelajar merumuskan masalah
c.         Ia merumuskan hipotesis
d.        Ia menguji hipotesis
Dalam Ruhimat et al. (2009: 144), beberapa langkah umum pemecahan masalah yang dapat ditempuh ialah:
a.       Mengenal permasalahan
b.      Merumuskan masalah
c.       Mengumpulkan berbagai data atau keterangan untuk pemecahan masalah
d.      Merumuskan dan menyeleksi kemungkinan pemecahan masalah
e.       Implementasi dan evaluasi
Ketiga pendapat tersebut pada intinya sama. Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Problem Solving adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang langkah-langkahnya meliputi: memahami masalahnya, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, serta memeriksa kembali/mengecek hasilnya. Langkah-langkah tersebut masih berupa langkah-langkah yang bersifat umum dan belum bersifat teknis, adapun prosedur pemecahan masalah yang dikemukakan Giancoli (Wena, 2011: 60) antara lain:
a.         Baca masalahnya secara menyeluruh dan hati-hati sebelum mencoba untuk memecahkannya.
b.        Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa yang ditanyakan.
c.         Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan/atau persamaan hubungan besaran yang berkaitan. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip, definisi dan/atau persamaan tersebut valid. Jika ditemukan persamaan yang hanya memuat kuantitas yang diketahui dan satu tidak diketahui, selesaikan persamaan tersebut secara aljabar.
d.        Pikirkanlah dengan hati-hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk akal atau tidak masuk akal?
e.         Suatu hal yang sangat penting adalah perhatikan satuan, serta cek penyelesaiannya.
Langkah-langkah Problem Solving yang dikemukakan Giancoli tersebut merupakan penjabaran dari langkah-langkah yang dikemukakan Polya maupun Dewey. Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan para ilmuwan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Problem Solving dapat memfasilitasi siswa untuk dapat memecahkan masalah secara sistematis sehingga materi yang diperoleh siswa dapat lebih bermakna dan kemampuan matematis siswa pun akan lebih terasah karena dibutuhkan keterampilan-keterampilan tertentu dalam memecahkan masalah.

D.      Contoh Pemecahan Masalah
Berikut contoh soal pemecahan masalah:
Kotak-kotak persegi di bawah ini harus diisi dengan bilangan 1, 2, 3, …, 9. Setiap bilangan muncul tepat satu kali. Bilangan-bilangan yang terdapat pada bagian kanan dan bawah merupakan hasil perkalian tiga bilangan pada setiap baris dan kolom yang bersesuaian. Tentukan bilangan yang dinyatakan dengan tanda “*”.




  9




 *
             72     105    48

144
126
20

Untuk menyelesaikan masalah ini, kita dapat memberi pemisalan terhadap angka-angka yang dimasukkan dengan cara memberi huruf a, b, c, d, e, f, g, h, dan i pada kolom yang kosong.

 a
 b
 c
 d
 e
 f
 g
 h
 i
             72     105    48

144
126
20

Huruf h = 5, karena 5 merupakan faktor dari 20 dan 105. Perhatikan bahwa hanya 20 dan 105 yang habis dibagi 5. Bilangan lain tidur memiliki faktor 5 tersebut. Huruf e = 7, karena 7 merupakan faktor 105 dan 126. Berdasar hasil yang sudah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa b = 5 dan f = 2. Selanjutnya, g dan I bernilai 4 dan g = 1. Jadi, bilangan yang harus dimasukkan ke dalam persegi dengan tanda “*” adalah 4. Selanjutnya, berdasarkan tahapan pemecahan masalah, kita dapat mengecek kembali apakah hasil yang telah diperoleh sesuai dengan ketentuan, yakni bilangan-bilangan yang terdapat pada bagian kanan dan bawah merupakan hasil perkalian tiga bilangan pada setiap baris dan kolom yang bersesuai.

DAFTAR RUJUKAN
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Polya, G. (1956). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Zurich: Princeton Paperbacks.
Ruhimat, T. et al. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Kurikulum dan Teknologi Pendidikan.
Shadiq, F. (2014). Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Xin, Y. P. et al. (2008). Teaching Conceptual Model-Based Word Problem Story Grammar to Enhance Mathematics Problem Solving. The Journal of Special Education, 42, 163-178.




Penalaran, Jenis-jenis Penalaran, dan Indikator Penalaran

A.     Konsep Penalaran
Penalaran dikenal juga dengan istilah reasoning. Terdapat beberapa pengertian mengenai penalaran yang dikemukakan para ahli. Suriasumantri (2009: 42) menjelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Lebih lanjut, Suriasumantri (2009: 42) mengatakan:
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
 Sedangkan Copi (Shadiq, 2014: 25) menjelaskan istilah penalaran atau reasoning sebagai berikut, “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises.” Lebih lanjut, Keraf (Shadiq, 2014: 42) menjelaskan istilah penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan baru dengan cara menghubung-hubungkan fakta berdasarkan pada beberapa pernyataan yang disebut premis. Istilah yang berkaitan dengan istilah penalaran adalah argumen. Giere (Shadiq, 2014: 25) mengatakan “An argument is a set of statements divided into two parts, the premises and the intended conclusion.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pernyataan yang menjadi dasar penarikan kesimpulan inilah yang disebut dengan premis. Sedangkan hasilnya, suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi (Shadiq, 2014: 25). Menurut Suriasumantri (2009: 46), agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Terdapat bermaam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahan yang saksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan di pihak lain, kita mempunyai logika deduktif, yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang berisifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Ilmu yang mempelajari tentang penalaran atau penarikan kesimpulan disebut logika. Penalaran dapat dibedakan menjadi penalaran secara induktif dan penalaran secara deduktif.
B.     Penalaran Induktif
Dalam Suriasumantri (2009: 48), induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Sementara itu, John Stuart Mill (Shadiq, 2014: 42) menyatakan bahwa induksi merupakan suatu kegiatan budi, dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang tersebut tadi untuk hal-hal tertentu.
Giere (Shadiq, 2014: 43) menyatakan: “The general characteristic of inductive arguments is that they are knowledge expanding; that is, their conclusions contain more information than all they are premises combined.”
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah suatu cara berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat khusus untuk digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Dalam Shadiq (2014: 43) disebutkan bahwa penarikan kesimpulan pada induksi yang akan bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah menjadi suatu kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deduksi). Contoh dari kelebihan penalaran induktif ditunjukkan oleh ilmuwan terkenal dari Perancis, yaitu Galileo Galilei pada saat menemukan teori yang berkaitan dengan hubungan antara waktu ayun dan jarak ayun suatu bandul (Jacobs dalam Shadiq, 2014: 43).
Penarikan kesimpulan pada induksi yang akan bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah menjadi kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deduksi).
Namun demikian, di samping kelebihan yang ia miliki, deduksi juga memiliki kelemahan yaitu suatu pernyataan yang bersifat umum (general) yang merupakan hasil dari proses induksi harus dibuktikan kebenarannya dengan cara pembuktian deduktif atau dengan menunjukkan kesalahannya melalui suatu contoh sangkalan (counter example).
C.       Penalaran Deduktif
Menurut Suriasumantri (2009: 48), penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh sebelumnya kita dapat membuat silogismus sebagai berikut:
Semua makhluk mempunyai mata (premis mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (premis minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata (kesimpulan)

Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
Jacobs (Shadiq, 2014: 63) menyatakan “Deductive reasoning is a method of drawing conclusions from the facts that we accept as true by using logic.” Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Suatu hal yang sudah jelas pun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar secara deduktif.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif adalah dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah suatu cara berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk ditarik kesimpulan kepada hal yang bersifat khusus serta biasanya menggunakan silogismus.
Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi.
Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat diklaim tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving). Hal inilah yang diidentifikasi sebagai kelebihan dari deduksi jika dibandingkan dengan hasil pada proses induksi.
D.      Indikator Penalaran
Sumarmo (dalam Kusnadi) memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika, yaitu:
-         Membuat analogi dan generalisasi
-         Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
-         Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
-         Menyusun dan menguji konjektur
-         Memeriksa validitas argumen
-         Menyusun pembuktian langsung
-         Menyusun pembuktian tidak langsung
-         Memberikan contok penyangkal
-         Mengkuti aturan enferensi
Sedangkan menurut Asep Jihad (2013), indikator penalaran terdiri atas:
-         Menarik kesimpulan logis
-         Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
-         Memperkirakan jawaban dan proses solusi
-         Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
-         Menyusun dan menguji konjektur
-         Merumuskan lawan contoh (counter examples)
-         Mengikuti aturan inferensi, memeriksa valisitas argument
-         Menyusun argumen yang valid
-         Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan menggunakan induksi matematika

DAFTAR RUJUKAN
proposalmatematika23.blogspot.co.id/2013/05/kemampuan-penalaran-matematika.html
Shadiq, F. (2014). Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.




Sebuah Prolog dari Zulfichar Kurniadi

Dulu Adi cuma cowo biasa-biasa aja yang item, kecil, dekil, ga ada yang suka merhatiin dan yang lebih parah 6 tahun megang rekor jomblo. Pernah suka ke cewe pas masa kuliah cuma ditolak mentah-mentah hmmm nasib…. Lulus kuliah fokus kerja dan tetep masih ga ada yang ngelirik dan pernah dibilang amat sangat ga masuk katagori mantu idaman. Jatuh bangun, suka duka, pait manis, semuanya dijalani sendiri. Ga ada yang pernah tau tentang Adi yang sebenernya dan ga ada temen yang bisa diajak berbagi tentang semua hal yang udah Adi alamin. Sempet ngerasa hidup ga adil, udah belajar mati-matian tapi cita-cita ga kesampean dan udah coba bersikap sebaik mungkin tetep ga dapet pacar. Masuk tahun 2014 dimana ada kabar bakal ada pembukaan CPNS. Karena niat pingin banggain orang tua sama pingin masuk katagori mantu idaman, mulai lagi belajar keras demi lolos CPNS. Sempet galau mau daftar kemana, antara Kota Bandung yang nerima 15 orang atau Pemprov Jabar yang nerima 1 orang untuk jurusan Adi. Tapi akhirnya adi diyakinkan sama Gusti Allah kalo Adi harus daftar ke Pemprov Jabar dengan tujuan adi yang terbaik pas tes. 11 November 2014, akhirnya instansi yang ditunggu-tunggu buka juga pendaftaran. Dengan semangat 45 dan gamau lagi dipandang sebelah mata, adi mantep daftar ke Pemprov Jabar. 8 Desember 2014, hari yang menentukan apakah adi layak atau engga lolos CPNS dengan ujian CAT. Semua keringet keluar saking tegangnya, semua hapalan dibaca ulang ampe kayanya tu bacaan udah bosen Adi baca bolak-balik. Tes udah dilalui nilaipun keluar dan jeng jeng…. Scorenya 364 dan jadi peringkat 2 di sesi itu. Sempet was-was bakal ga lolos karna liat di sesi lain nilainya jauh banyak yang lebih gede. Hari Jumat 30 Januari akhiiiiiiiirrrnya waktu yang ditunggu-tunggu dateng juga, pengumuman kelulusan CPNS dan puji syukur Alhamdulillah nama adi masuk jadi salah satu peserta yang lolos bareng sama 124 peserta lainnya. Haru seneng lemes pingin jingkrak-jingkrak ga bisa diem pokoknya campur aduk setelah tau lolos, akhirnya kerja juga udah ga fokus jadi mutusin untuk pulang. Nyampe rumah langsung nyari ibu dan langsung sujud nyium kaki ibu, dan ibu nangis waktu Adi sujud di kakinya. 2 Februari 2015, pengarahan peserta yang lolos di BKD sambil pemberkasan. Finally, datang ke BKD sebagai CPNS hahahaha. Ketemu banyak temen baru yang luar biasa seru banyak berbagi cerita selama persiapan, selama tes sama selama nunggu pengumuman. Semuanya kelihatan seneng ga ada yang manyun apalagi udah dikasih snack sama BKD-nya hehe. Akhirnya beres pengarahan ga lama ada grup whatsapp yang sebelumnya ada grup bbm dulu cuma karna daya tampungnya sedikit semua pindah ke whatsapp. Makin lama grup CPNS makin rame, makin gokil sama makin asik…. Endingnya kita mutusin untuk ngadain kopdar CPNS yang pertama. Dan dari Kopdar itu semua cerita sesungguhnya dimulai..