Selasa, 01 Mei 2018

Contoh Artikel Ilmiah bertema Pembangunan


KONDISI ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) PENDIDIKAN MENENGAH
DI JAWA BARAT
Hana Riana Permatasari dan Suciati Nurhartati
Calon Peneliti Bappeda Provinsi Jawa Barat dan Guru SPP SMK Pu Bandung

ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab APM tidak tercapai dan kondisi APM di perkotaan dan kabupaten. Kajian dilaksanakan dengan metoda deskriptif dengan menggunakan data skunder dan studyi literatur. Hasil kajian menunjukkan: (1) Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah sehingga diperlukan upaya berupa Program/Kegiatan yang dapat menunjang peningkatan APM Pendidikan Menengah, baik dari segi sumber daya manusia, infrastruktur, dan lain-lain; (2) APM Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sehingga Pemerintah harus optimis bahwa APM Pendidikan Menengah di Jawa Barat dapat meningkat ditunjang dengan Program/Kegiatan yang memadai; (3) Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (a) kemiskinan penduduk; (b) kapasitas fiskal Pemda; (c) faktor geografi (jarak ke sekolah yang jauh); (d) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (e) tingkat pendidikan penduduk; (3) Kondisi APM Pendidikan Menengah di wilayah Kota lebih baik dibandingkan kondisi APM di wilayah Kabupaten, sehingga Pemerintah Provinsi perlu lebih memfokuskan Program/Kegiatan yang menunjang pada peningkatan APM Pendidikan Menengah di wilayah Kabupaten.. Untuk meningkatkan  APM sekolah menengah di Jawa Barat diperlukan: (1) Upaya pemecahan masalah rendahnya APM sekolah menengah di Jawa Barat; (2) Pembebasan segala jenis pungutan di sekolah terutama bagi anak dari keluarga miskin; (3) Pemerintah perlu menyediakan subsidi untuk segala keperluan sekolah terutama bagi sekolah yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin, seperti beasiswa miskin, dan beasiswa; (4) Peningkatan pengelolaan BOS dan kartu pintar; (5) Meningkatkan akses anak ke Sekolah menengah; dan (6) Sosialisasi pentingnya sekolah kepada masyarakat.
Kata Kunci: Angka Partisipasi Murni, Pendidikan Menengah, Standar Pelayanan Minimal


PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga dengan adanya pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia semakin meningkat (Todaro, 2011).  Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi (Kemendikbud, 2016; Bol, 2015), yang pada akhirnya daya saing masyarakaat Jawa Barat khususnya, umumnya bangsa Indonesia. Menyadari pentingnya peningkatan sumberdaya manusia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan Misi Pertama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode Tahun 2013-2018  yaitu “Membangun masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing”, dengan sasaran meningkatnya aksesibilitas dan kualitas pendidikan yang unggul, terjangkau, dan merata (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2013).
Berdasarkan kewenangan  pengelolaan pendidikan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, pengelolaan pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus (SLB) berada pada Pemerintah Daerah Provinsi.  Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut, maka alih kelola SMA/SMK telah dimulai sejak Tahun 2016, dengan demikian apabila dilihat partisipasi usia sekolah bagi masyarakat Jawa Barat sepenuhnya berada pada tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika APM = 100, berarti seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu (BPS, 2017).
APM sekolah menengah di Jawa Barat adalah baru tercapai sebesar 52,18 persen pada tahun ajaran 2015-2016, artinya  baru 50 peren lebih penduduk Jawa Barat yang telah memanfaatkan fasilitas pendidikan sekolah menengah dari selurh penduduk Jawa Barat pada usia 16-18 tahun, dari target minimal sebesar 60 persen berdasarkan  Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah. Permasalahannya adalah standar pelayanan minimal bagi APM sekolah menengah di Jawa Barat tidak tercapai, dan bagaimana  kondisi  APM di wilayah perkotaan dan kabupaten. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab APM tidak tercapai dan kondisi APM di perkotaan dan kabupaten. Kajian dilaksanakan dengan metoda deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan studi literatur.  Hasil kajian ini diharapan data dijadikan referensi bagi perencanaan pendidikan ke depan.
KESESUAIAN CAPAIAN  APM  DENGAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENDIDIKAN MENENGAH
Untuk APM idealnya adalah 100 persen berarti semua siswa bersekolah sesuai usia dan jenjang pendidikan. Makin tinggi APM berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah sesuai dengan usia resmi di suatu daerah dan di tingkat pendidikan tertentu. Bila nilai APM lebih besar dari 100% karena adanya siswa usia sekolah dari luar daerah bersekolah di daerah tertentu karena lokasi sekolah di daerah kota atau daerah perbatasan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Pasal 4 Ayat (1), salah satu Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah yaitu 60 persen anak dalam kelompok usia 16 sampai dengan 18 tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK. Capaian Angka Partisipasi Murni (APM) Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan atau rata-rata Provinsi serta data APM seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun Ajaran 2013/2014  sebesar 44,71 persen, Tahun 2014/2015 45,89 persen, dan Tahun  2015/2016 sebesar 52,18 persen dari target berdasar SPM sekolah menengah 60 persen.
Berdasarkan data tersebut di atas,  APM sekolah menengah di Jawa Barat telah terjadi peningkatan setiap tahunnya. Tren kenaikan APM sekolah menengah setiap tahun ajaran selalu meningkat dengan signifikan, sehingga pada tahun ajaran 2018/2019 Jawa Barat akan mencapai target SPM bagi sekolah menengah.
Faktor-faktor yang terkait dengan rendahnya pencapaian APM dalam pengkajian ini dianalisis dengan menggunakan data sekunder dan hasil stdi literatur.  Mengacu kepada hasil penelitian Nur Berlian VA (2011). Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (1) kemiskinan penduduk; (2) kapasitas fiskal Pemda; (3) faktor geografi (jarak ke sekolah yang jauh); (4) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (5) tingkat pendidikan penduduk.
Beberapa penelitian yang terkait antara lain hasil penelitian Yamin dan Suyidno (2014) yang menyatakan bahwa daya tarik siswa bersekolah rendah, pemahaman guru terhadap angka partisipasi dalam pendidikan rendah, siswa yang berasal dari luar daerah dan usia kurang/lebih dari usia sekolah yang cukup banyak sehingga ini kemudian berdampak bagi rendahnya partisipasi dalam pendidikan, siswa tidak naik kelas dan drop out juga besar sehingga ikut memberikan sumbangan besar bagi rendahnya APK/APM, dan banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah akibat rendahnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan sebagai bekal masa depan.
PERBANDINGAN ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) ANTARA KABUPATEN DAN KOTA
Gambaran kondisi Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dari Tahun Ajaran 2013/2014 sampai dengan Tahun Ajaran 2015/2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1
Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Menengah Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun Ajaran 2013/2014 s.d. 2015/2016
Kabupaten/Kota
2013/2014
2014/2015

2015/2016
Kab. Bogor
33,8
34,88

45,11
Kab. Sukabumi
31,35
33,38

40,73
Kab. Cianjur
31,83
35,63

39,11
Kab. Bandung
37,94
39,76

46,16
Kab. Sumedang
50,52
50,87

54,64
Kab. Garut
42,71
44,23

50,03
Kab. Tasikmalaya
35,81
34,17

41,77
Kab. Ciamis
38,64
39,1

47,98
Kab. Kuningan
58,39
58,38

60,58
Kab. Majalengka
43,2
44,31

43,2
Kab. Cirebon
37,78
38,85

45,14
Kab. Indramayu
45,23
47,9

54,28
Kab. Subang
45,53
47,8

59,57
Kab. Purwakarta
40,21
36,44

44,11
Kab. Karawang
47,07
47

52,23
Kab. Bekasi
53,04
50,58

54,8
Kab. Bandung Barat
36,39
37,97

41,99
Kab. Pangandaran
35,09
34,68

37,87
Kota Bandung
65,11
67,98

74,63
Kota Bogor
71,93
73,06

83,55
Kota Sukabumi
80,1
77,82

80,14
Kota Cirebon
73,95
72,55

74,3
Kota Bekasi
56,57
62,52

65,12
Kota Depok
52,81
53,99

65,71
Kota Cimahi
66,23
68,35

68,43
Kota Tasikmalaya
70,19
70,97

70,23
Kota Banjar
65,89
65,12

71,26
JAWA BARAT
44,71
45,89

52,18
Sumber: Kemendikbud




Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa hampir seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi SPM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir, kecuali Kabupaten Kuningan yang dapat mencapai angka 60,58 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016. Sedangkan hampir seluruh Kota di Provinsi Jawa Barat telah mencapai SPM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir, yaitu Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar, kecuali Kota Bekasi yang baru mencapai SPM pada Tahun Ajaran 2014/2015 dan 2015/2016 serta Kota Depok yang baru mencapai SPM pada Tahun Ajaran 2015/2016. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan kualitas pendidikan menengah di wilayah kabupaten dan wilayah kota. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan menengah di wilayah perkotaan lebih baik dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Griffiths (1982) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa masalah pendidikan di pedesaan, seperti infrastruktur, sarana dan prasarana pendidikan, faktor psikologis anak seperti rasa malas untuk bersekolah, serta faktor ekonomi keluarga.
Apabila dilihat setiap tahun ajaran, pada Tahun Ajaran 2013/2014, Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah terendah yaitu Kabupaten Sukabumi sedangkan Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah tertinggi yaitu Kota Sukabumi. Pada Tahun Ajaran 2014/2015, posisi APM pendidikan menengah tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, yaitu terendah di Kabupaten Sukabumi dan tertinggi di Kota Sukabumi. Berdasarkan peringkat terendah dan tertinggi dua tahun ajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun dua wilayah terletak pada posisi yang dekat, yaitu Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi, nilai APM dapat berbeda signifikan. Sementara pada Tahun Ajaran 2015/2016, Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah terendah yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten/Kota yang memiliki APM pendidikan menengah tertinggi yaitu Kota Bogor.
Apabila dilihat dari peningkatan, sebagian besar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan APM pendidikan menengah selama tiga tahun ajaran terakhir. Kabupaten/Kota yang mengalami peningkatan APM pendidikan menengah secara signifikan yaitu Kota Bogor yang mengalami peningkatan sekitar 10 poin lebih, yaitu dari 73,06 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 83,55 pada Tahun Ajaran 2015/2016. Sedangkan beberapa Kabupaten/Kota yang mengalami penurunan APM pendidikan menengah antara lain: Kabupaten Kuningan dari 58,39 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 58,38 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Majalengka dari 44,31 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 43,20 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016; Kabupaten Purwakarta dari 40,21 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014  menjadi 36,44 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Karawang dari 47,07 persen pada Tahun 2013/2014 menjadi 47,00 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Bekasi dari 53,04 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 50,58 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kabupaten Pangandaran dari 35,09 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 34,68 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kota Sukabumi dari 80,10 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 77,82 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kota Cirebon dari 73,95 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 72,55 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015; Kota Tasikmalaya dari 70,97 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015 menjadi 70,23 persen pada Tahun Ajaran 2015/2016; serta Kota Banjar dari 65,89 persen pada Tahun Ajaran 2013/2014 menjadi 65,12 persen pada Tahun Ajaran 2014/2015. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penurunan APM pendidikan menengah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat  sebagian besar terjadi dari Tahun Ajaran 2013/2014 ke Tahun Ajaran 2014/2015 dengan selisih paling besar yaitu berada di Kabupaten Purwakarta sebesar 3,77 poin.
KESIMPULAN
1.        Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Menengah. Sehingga diperlukan upaya berupa Program/Kegiatan yang dapat menunjang peningkatan APM Pendidikan Menengah, baik dari segi sumber daya manusia, infrastruktur, dan lain-lain;
2.        APM Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sehingga Pemerintah harus optimis bahwa APM Pendidikan Menengah di Jawa Barat dapat meningkat ditunjang dengan Program/Kegiatan yang memadai;
3.        Rendahnya pencapaian APM di Jawa Barat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor: (1) kemiskinan penduduk; (2) kapasitas fiskal Pemda; (3) faktor geografi (jarak ke sekolah yang jauh); (4) ketersediaan layanan pendidikan (rasio jumlah anak usia 16-18 tahun per ruang kelas SMA/SMK; dan (5) tingkat pendidikan penduduk
4.        Kondisi APM Pendidikan Menengah di wilayah Kota lebih baik dibandingkan kondisi APM di wilayah Kabupaten, sehingga Pemerintah Provinsi perlu lebih memfokuskan Program/Kegiatan yang menunjang pada peningkatan APM Pendidikan Menengah di wilayah Kabupaten.
SARAN
1.      Upaya pemecahan masalah rendahnya APM sekolah menengah di Jawa Barat;
2.      Pembebasan segala jenis pungutan di sekolah terutama bagi anak dari keluarga miskin;
3.      Pemerintah perlu menyediakan subsidi untuk segala keperluan sekolah terutama bagi sekolah yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin, seperti beasiswa miskin, dan beasiswa;
4.      Peningkatan pengelolaan BOS dan kartu pintar;
5.      Meningkatkan akses anak ke sekolah menengah;
6.      Sosialisasi pentingnya sekolah kepada masyarakat.
Daftar Pustaka:
___________________________________  (2015). APK/APM Tahun 2014/2015. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
___________________________________  (2016). APK/APM Tahun 2015/2016. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
_____________________________________(2013). Indikator Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
_____________________________________(2016). Modul Diklat Perencanaan. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.
Bol, T. (2015). Has Education Become More Positional? Education Expansion and Labour Market Outcomes, 1985-2007. Acta Sociologica. Vol. 58 (2), p. 105-120.
Griffiths. (1982). Masalah Pendidikan di Pedesaan. Jakarta: UNESCO.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014). APK/APM Tahun 2013/2014. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan.
Lestari, N.A. (2014). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Angka Partisipasi Sekolah serta Angka Putus Sekolah Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama: Data Panel 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2006 hingga 2011. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Nur Berlian, VA. (2011). Faktor-faktor yang Terkait dengan Rendahnya Pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 1, Januari 2011
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018.
Robandi, B dkk. (2014). Landasan Pendidikan. Bandung: Jurusan Pedagogik FIP UPI.
Todaro, M.P. & Smith, S.C. (2011). Pembangunan Ekonomi Edisi Kesebelas Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Yamin, M. & Suyidno. (2014). Kajian tentang Faktor Penyebab Rendahnya Ketercapaian APM dan APK Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di Kabupaten Banjar. Banjarmasin: Balitbangda Kalsel.

Keterangan: Artikel ini telah dimuat di Warta Bappeda Vol. XX Edisi 2 Tahun 2017