Selasa, 22 April 2014

Kemampuan Pemahaman Konsep



Nasution (1982: 161) mengatakan bahwa bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep.
Ruhimat et al. (2009: 141) mengatakan bahwa konsep/teori adalah suatu ide atau gagasan atau suatu pengertian umum, suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian fakta, dimana pernyataan tersebut harus memadukan, universal, dan meramalkan.
Berdasarkan pendapat para ilmuwan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu ide atau gagasan yang menjelaskan serangkaian fakta dan dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori serta menunjuk pada pemahaman dasar.
Pemahaman, menurut NCTM (Salimi, 2010) dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam:
a.         Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan
b.        Mengidentifikasikan dan membuat contoh dan bukan contoh
c.         Menggunakan model, diagram
Mustofa (Salimi, 2009) berpendapat bahwa pemahaman konsep memberikan kontribusi yang besar pada pengambilan keputusan, baik itu dalam situasi belajar maupun situasi lainnya. Dalam memaknai suatu objek atau peristiwa, individu harus memahami terlebih dahulu konsep tentang hal yang berkaitan dengan objek atau peristiwa tersebut. Pemahaman konsep tidak hanya sekedar mengingat, tetapi individu mampu menerapkan konsep-konsep tersebut ke dalam suatu rangkaian permasalahan. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Heruman (2007: 3) mengatakan bahwa pemahaman konsep adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya.
Skemp (Sutrisno, 2012) membedakan pemahaman ke dalam tiga macam, yaitu:
a.         pemahaman instrumental (instrumental understanding)
b.        pemahaman relasional (relational understanding)
c.         pemahaman logis (logical understanding)
Pemahaman instrumental adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis untuk menyelesaikan masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu digunakan. Dengan kata lain siswa hanya mengetahui “bagaimana” tetapi tidak mengetahui “mengapa”. Pada tahapan ini, pemahaman konsep masih terpisah dan hanya sekedar hafal suatu rumus untuk menyelesaikan permasalahan rutin / sederhana sehingga siswa belum mampu menerapkan rumus tersebut pada permasalahan baru yang berkaitan. Sementara itu, pemahaman relasional adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis dengan penuh kesadaran bagaimana dan mengapa prosedur itu digunakan. Secara ringkasnya, siswa mengetahui keduanya yaitu “bagaimana” dan “mengapa”. Pada tahap ini, siswa dapat mengaitkan antara satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya dengan benar dan menyadari proses yang dilakukan. Sedangkan pemahaman logis berkaitan erat dengan meyakinkan diri sendiri dan meyakinkan orang lain. Dengan kata lain, siswa dapat mengkonstruksi sebuah bukti sebelum ide-ide yang dimilikinya dipublikasikan secara formal atau informal sehingga membuat siswa tersebut merasa yakin untuk membuat penjelasan kepada siswa yang lain.
Dalam Petunjuk Teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 Tanggal 11 November 2004 (Sutrisno, 2012), disebutkan indikator kemampuan pemahaman konsep adalah kemampuan siswa untuk:
a.         menyatakan ulang sebuah konsep,
b.        mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu,
c.         memberi contoh dan non contoh dari konsep,
d.        menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis,
e.         mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep,
f.         menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan
g.        mengaplikasikan konsep dan algoritma pemecahan masalah
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman konsep adalah kesanggupan atau kecakapan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang memuat indikator kemampuan pemahaman konsep. Dalam penelitian ini, kemampuan pemahaman konsep yang dimaksud adalah kemampuan pemahaman konsep operasi hitung bilangan bulat. Kemampuan pemahaman konsep operasi hitung bilangan bulat adalah kemampuan siswa yang meliputi: menyatakan ulang konsep operasi hitung bilangan bulat, menyajikan konsep operasi hitung bilangan bulat dalam bentuk representasi matematis, menggunakan operasi hitung bilangan bulat, serta mengaplikasikan konsep operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah.


Daftar Pustaka:
Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika di SD. Bandung: Rosda.
Ruhimat, T. et al. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Kurtekpend.
Salimi, M. (2010). Model Enactive, Iconic, Simbolik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Perkalian Bilangan Cacah Siswa Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas II SDN Pancasila Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat). Skripsi pada Program Studi PGSD UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sutrisno. (2012). Pemahaman Matematis. [Online]. Tersedia: http://anobosze.blogspot.com/2012/12/pemahaman-matematis.html [27 April 2013]
 

Pendekatan Problem Solving



Menurut Ruhimat et al. (2009: 172), pendekatan pembelajaran adalah suatu upaya menghampiri makna pembelajaran melalui suatu cara pandang dan pandangan tertentu atau aplikasi suatu cara pandang dan pandangan tertentu dalam memahami makna pembelajaran. Pendekatan Problem Solving merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang mana menekankan pada pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajarannya. Menurut Wena (2011: 60), pemecahan masalah adalah petunjuk untuk melakukan suatu tindakan yang berfungsi untuk membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Pendekatan ini pertama kali dicetuskan oleh George Polya. Polya (1962: 117) mengatakan “.... to have a problem means: to search consiciously for some action appropriate to attain a clearly conveived, but not immediately attainable, aim. To solve a problem means to find such action.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa memiliki masalah merupakan mencari beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, namun tidak dengan segera tercapai. Memecahkan masalah berarti menemukan beberapa tindakan. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut (Polya, 1956):
a.         Memahami masalahnya.
b.        Membuat rencana penyelesaian
c.         Melaksanakan rencana penyelesaian.
d.        Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.
Dewey (Nasution, 2009: 171) mengemukakan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut:
a.         Pelajar dihadapkan dengan masalah
b.        Pelajar merumuskan masalah
c.         Ia merumuskan hipotesis
d.        Ia menguji hipotesis
Dalam Ruhimat et al. (2009: 144), beberapa langkah umum pemecahan masalah yang dapat ditempuh ialah:
a.       Mengenal permasalahan
b.      Merumuskan masalah
c.       Mengumpulkan berbagai data atau keterangan untuk pemecahan masalah
d.      Merumuskan dan menyeleksi kemungkinan pemecahan masalah
e.       Implementasi dan evaluasi
Ketiga pendapat tersebut pada intinya sama. Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Problem Solving adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang langkah-langkahnya meliputi: memahami masalahnya, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, serta memeriksa kembali/mengecek hasilnya. Langkah-langkah tersebut masih berupa langkah-langkah yang bersifat umum dan belum bersifat teknis, adapun prosedur pemecahan masalah yang dikemukakan Giancoli (Wena, 2011: 60) antara lain:
a.         Baca masalahnya secara menyeluruh dan hati-hati sebelum mencoba untuk memecahkannya.
b.        Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa yang ditanyakan.
c.         Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan/atau persamaan hubungan besaran yang berkaitan. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip, definisi dan/atau persamaan tersebut valid. Jika ditemukan persamaan yang hanya memuat kuantitas yang diketahui dan satu tidak diketahui, selesaikan persamaan tersebut secara aljabar.
d.        Pikirkanlah dengan hati-hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk akal atau tidak masuk akal?
e.         Suatu hal yang sangat penting adalah perhatikan satuan, serta cek penyelesaiannya.
Langkah-langkah Problem Solving yang dikemukakan Giancoli tersebut merupakan penjabaran dari langkah-langkah yang dikemukakan Polya maupun Dewey. Berdasarkan langkah-langkah yang dikemukakan para ilmuwan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Problem Solving dapat memfasilitasi siswa untuk dapat memecahkan masalah secara sistematis sehingga materi yang diperoleh siswa dapat lebih bermakna dan kemampuan matematis siswa pun akan lebih terasah karena dibutuhkan keterampilan-keterampilan tertentu dalam memecahkan masalah.
Seorang guru dituntut untuk dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah. Nasution (1982: 171) menyebutkan beberapa cara untuk membantu anak memecahkan masalah sebagai berikut:
a.         Cara yang paling tidak efektif ialah bila kita memperlihatkan kepada anak tentang cara memecahkan masalah itu.
b.        Cara yang lebih baik ialah memberikan instruksi kepada anak secara verbal untuk membantu anak memecahkan masalah itu.
c.         Cara yang terbaik ialah memecahkan masalah itu langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu secara verbal. Dengan menggunakan contoh, gambar-gambar, dan sebagainya, belajar anak itu dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu. Dengan cara demikian, mereka menemukan sendiri aturan yang diperlukan untuk memecahkan masalah itu.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa cara terbaik membimbing siswa dalam penerapan Pendekatan Problem Solving adalah dengan memecahkan masalah itu secara bertahap dengan menggunakan aturan tertentu serta dengan menggunakan media seperti contoh, gambar, dan lain-lain.
Nasution (1982: 172) juga menjelaskan kondisi belajar memecahkan masalah sebagai berikut:
a.         Kondisi dalam diri pelajar merupakan kemampuannya untuk mengingat kembali aturan-aturan yang telah dipelajarinya sebelumnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah itu. Kemampuan itu selalu bergantung pada pengalaman belajar yang lampau khususnya untuk mengingat kembali aturan-aturan tertentu.
b.        Kondisi dalam situasi situasi belajar. Kontiguitas diperlukan agar dapat menggunakan aturan-aturan secara berturut-turut. Instruksi verbal diperlukan untuk mendorong anak-anak mengingat kembali aturan yang diperlukan. Instruksi verbal itu maksudnya membimbing atau menjuruskan pemikiran pelajar ke arah tertentu. Bimbingan serupa ini diberikan oleh anak itu sendiri kepada dirinya dalam hal belajar sendiri.
Menurut Dahar (Wena, 2011: 63), untuk memperoleh pengetahuan prosedural dibutuhkan latihan-latihan dan umpan balik. Wena (2011: 63) juga mengatakan:
Dengan prosedur-prosedur pemecahan masalah, siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara sistematis, siswa banyak melakukan latihan dan guru memberi petunjuk secara menyeluruh. Dengan latihan yang dilakukan oleh siswa, diharapkan siswa memiliki keterampilan dalam pemecahan soal. Penggunaan pemecahan masalah sistematis dalam latihan menyelesaikan soal didukung oleh teori belajar Ausubel tentang belajar bermakna, yang menekankan perlunya menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan menggunakan pemecahan masalah yang sistematis, siswa dilatih tidak hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga dilatih untuk menganalisis soal, mengetahui secara pasti situasi soal, besaran yang diketahui dan yang ditanyakan serta perkiraan jawaban soal.
Berdasarkan pendapat para ilmuwan mengenai Pendekatan Problem Solving, dapat disimpulkan bahwa pendekatan ini cocok untuk diterapkan pada pembelajaran matematika mengingat bahwa matematika bukan sekedar mata pelajaran berupa pengetahuan umum ataupun hapalan, namun lebih membutuhkan keterampilan-keterampilan tertentu khususnya dalam pemahaman, penalaran, dan pemecahan masalah. Pendekatan Problem Solving dapat pula diterapkan pada mata pelajaran lain, bahkan mata pelajaran non eksak sekalipun. Melalui pendekatan ini, siswa dapat terfasilitasi untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut. Dengan memahami masalah, kemampuan pemahaman siswa akan terasah. Melalui penyusunan rencana penyelesaian, pelaksanaan rencana penyelesaian, dan pengecekan ulang, kemampuan penalaran dan pemecahan masalah siswa pun akan terasah.



Daftar Pustaka:
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Polya, G. (1956). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Zurich: Princenton Paperbacks.
                    (1962). Mathematical Discovery Volume I. Zurich: Princenton Paperbacks.
Ruhimat, T. et al. (2009). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Kurtekpend.
Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: PT Bumi Aksara.
 

Rabu, 02 April 2014

Saya Kelas Berapa Yaaa....

Seringkali gue bingung. Kalo bertemu dengan orang-orang dan diantaranya ada yang ngajak ngobrol. Dulu, kalo pas zaman sekolah maupun kuliah, gue masih bisa jawab dengan lancar. Nah sekarang??? Emang bingung apa toh Na?
Gini gini, gue kan bisa dibilang seorang fresh graduated. Emang sih bisa aja gue jawab kayak gitu. Tapi kadang gue suka berpikir ribet. Kalo gue jawab kayak gitu dan bilang gue udah kerja, kemungkinan besar orang-orang yang ngajak ngobrol itu ga percaya. Soalnya, muka gue imut-imut, hahahaha. Pede banget sih gue..... Tapi emang gitu kok kenyataannya. Terus akhirnya gue punya sebuah konsepan, kalo ditanya jurusan apa semester berapa, jawabnya di UPI Jurusan PGSD semester 3. Kenapa gue pilih semester 3? Karena gue pikir semester 3 tuh masa-masa dimana mahasiswa lagi semangat-semangatnya kuliah maupun organisasi. Padahal riskan juga sih ya gue akting gapenting kayak gitu....
Gue punya beberapa pengalaman tentang akting profesional gue:
1. Pas gue lagi duduk manis di receptionist tempat kerja gue sekarang, saat itu gue lagi masukin lamaran kerja, seorang ibu dan anaknya yang masih kecil duduk samping gue. Ibu yang bisa disebut golongan mahmud alias mamah-mamah muda tersebut membuka percakapan dengan membicarakan anaknya. Jadi anaknya yang pertama udah masuk bimbel tempat gue kerja tersebut dan beliau juga berencana memasukkan anak keduanya, yang saat itu ada di sampingnya, disana pula. Anak keduanya itu emang kelihatan masih kecil, sekitaran usia TK atau SD kelas rendah, jadi belum bisa masuk bimbel tersebut. Akhirnya sang ibu bertanya, "Kalau Adik kelas berapa?" Gue inget banget waktu itu hari Jumat, gue pake batik biru dan rok panjang abu, agak mirip style anak SMA baru pulang sekolah sih.... "Hehe, saya sedang melamar kerja Bu, baru lulus kuliah," jawab gue. Si Ibu sepertinya maklum.
2. Di bookstore, pas gue lagi nunggu novel yang baru gue beli disampul plastik, si abang yang menyampulnya mencoba ngajak gue ngobrol. Pertama sih dia ngajak ngebahas tentang novel yang gue beli. "Suka ini yaa?" sahutnya membuka obrolan. Gue ngangguk aja sambil mengiyakan. "Kalo saya lebih suka ngedengerin daripada baca," sahutnya lagi. Terus dalem hati gue ngomong, perasaan gue gak nanya ya Mas.... Terus si mas-masnya nanya lagi, "Kuliah ya? Tingkat berapa?" Gue akhirnya mikir, yaudalah gue jujur aja.... "Sebenernya saya baru lulus, hehehe," jawab gue. "Baru masuk berarti yah? Wah mahasiswa baru dong...." -__-
3. Di angkot pas pulang kerja, ada seorang bapak menanyakan alamat kepada gue. Setelah itu, bertanyalah si bapak tentang kuliah gue. Gue jawablah di UPI Jurusan PGSD Semester 3 seperti yang udah dikonsep. And.... si bapak bilang, "Anak Bapak juga jurusan PGSD UPI." Paraaah.... Langsung lah gue mikir macem-macem. Aduh gimana kalo anak si bapak juga semester 3 dan ternyata dia aktivis banget, dan gue gatau siapa namanya. Terus si bapak bilang lagi, "Tapi anak Bapak mah baru masuk, masih Tingkat I." Fiuuuhhh.... selamet selamet.... Dan akhirnya..... "Terus dia mah di Kampus Sumedang." Selamet selamet selamet..... Nah selamat gue pengalaman yang satu ini. Gimana coba kalo seandainya anak bapak tersebut juga PGSD UPI tingkat II? Bisa berabe kan? Misal bisa dikenalin atau sebagainya. Dan, setelah gue berpikir, saat itu sekitar bulan Februari. Artinya, di kalender pendidikan, itu masa Semester Genap, jadi gaada Semester 3. Hahaha. Tapi bapaknya sadar ato ngga yaa?
4. Ketika gue beli nasgor pas pulang kerja menuju kost-an. Ada seorang mahasiswi juga lagi nongkrong manis di bangku nasgor. Dia ngajak senyum gue, gue bales lagi. Akhirnya dia pun ngajak gue ngobrol. Biasalah dia nanya gue gue jurusan apa angkatan berapa. Berbekal pengalaman dengan si bapak di angkot, gue pun jawab Jurusan PGSD Semester 4 karena emang kejadiannya sekitaran Semester Genap juga. Tapi ini lebih waswas lagi, karena dia pun mahasiswa. Jangan-jangan dia anak PGSD juga?! Untungnya dia ternyata mahasiswa baru Jurusan Akuntansi (kalo ga salah). Kita pun ngobrol-ngobrol seputar organisasi dan sebagainya. Tapi ini emang riskan banget sih, gimana kalo dia juga punya temen jurusan PGSD. Yaudalah gue pasrah...
Begitulah secuil kisah gue tentang akting. Mudah-mudahan gue bisa jadi aktris film beneran. Aamiin.

When I Corrupt The Time….



Bismillah.... Ini adalah saat dimana gue korupsi waktu untuk yang ke sekian kali. Hahaha. Korupsi bangga ya gue. Kerjaan gue sebagai school operator menuntut  gue untuk stand by, meskipun gada kerjaan. Jadi yaa daripada gue ngelamun, mending nulis kan. Writing and speaking skill itu harus dibiasakan kan biar terasah.
Gini loh, kali ini gue mau curhat. Emang sih kadang kerjaannya geje. Tapi ketika kerjaan numpuk bingiiitzzz, gue juga harus mau ngorbanin waktu istirahat gue. Jadi anggap impas aja lah. Kerjaan udah ngambil waktu seneng-seneng gue, jadi gue juga mau ngambil waktu kerjaan buat seneng-seneng, hehe.
Oke, kali ini gue mau ngomongin soal mood. Gue nih bisa dibilang moody-an anaknya. Kalo kerjaan banyak banget dan ga bias diajak kompromi, gue bakal manyuuuuun semanyun-manyunnya dan emosi negatif gue muncul. Gini-gini, gue punya dua pekerjaan, sebagai operator and teacher. Nah kalo dari pagi ampe siang gue jadi operator. Dari siang ampe senja, gue jadi teacher. Kerjaan operator tuh kan ga bias diprediksi yaa. Kalo nuntut gue macem-macem, mood gue jadi bad. Akibatnya kerjaan gue sebagai teacher terbengkalai. Terbengkalai disini maksudnya gue jadi emosian. Gampang marah, capek, males-malesan, gamau ngajar dengan baik, pengen cepet beres, dan sebagainya dan sebagainya. Kan kasian peserta didiknyaa. Gue pun seringkali frustasi sampe pengen mengakhiri hidup gue (sebagai operator). Dan ketika gue mencoba untuk itu, gue tambah frustasi gara-gara gagal mengakhirinya hehehe, dengan kata lain ga diizinin atasan gue. Padahal gue uda rekomendasiin dua temen yang insyaallah amanah.
Akhirnya, yaudah deh daripada gue jalanin hidup gue dengan keputus asaan, ya gue harus jalanin dengan enjoy. Caranya? Dengan menggunakan mood booster. Kalo mood booster gue saat ini yaitu musik sama buku. Jadi kalo pagi-pagi pas lagi siap-siap beraktivitas denger lagu yang mood booster banget, gue bakal semangat menjalani hari itu. Atau kalo gue lagi bĂȘte, ya liat-liat buku yang seru. Menulis juga salah satu mood booster gue sih. Jadi ya intinya gue manfaatin waktu ini buat bangkitin semangat gue. Semangaat Hanaaaa! :D