Kamis, 27 September 2012

Surat Cinta Teruntuk Nenek


Di malam selarut ini, entah kenapa saya sangat ingin menangis. Mengingat perkataan-perkataan salah seorang sahabat saya di kafe tadi yang membuat saya tertekan karena mengungkit-ungkit nama nenek saya tercinta. Entah mengapa saya selalu sensitif bila telah menyangkut nenek. Mungkin karena nenek adalah figur panutan saya di dunia. Nenek yang merupakan ibu dari ayah saya itu memiliki pemikiran-pemikiran cerdas dalam bidang pendidikan dan merupakan simbol pengorbanan seorang wanita. Walaupun banyak tokoh wanita berpengaruh saat ini, namun saya tetap akan mengusungkan nama nenek saya di jajaran terdepan. Suatu hari kelak saya akan menulis sebuah buku yang memuat pemikiran-pemikiran cerdas nenek saya. Beliau memang hanya seorang lulusan SD, namun bagi saya pemikiran-pemikiran beliau seperti lulusan S3. Beliau merupakan seorang tokoh yang paling menginspirasi saya. Akhlak beliau menjadi panutan saya hingga saat ini. Nenek saya selalu mengutamakan pendidikan. Kuncinya adalah kasih sayang. Beliau sangat mencintai anak-anaknya. Beliau mengorbankan banyak hal demi masa depan anak-anaknya. Baginya hal-hal lain seperti penampilan fisik tidak begitu penting dibandingkan pendidikan. Teori-teori psikologi pendidikan seperti jangan membentak anak, menghargai kreativitas anak, sangat dijunjung beliau. Pemikiran ayah saya pun sangat dipengaruhi nenek saya. Kelak pemikiran-pemikiran tersebut akhirnya terwariskan kepada saya.
Hidup nenek saya tidak terlepas dari penderitaan, perjuangan, dan pengorbanan. Banyak hal yang menyakitkan bagi beliau, ketidakadilan misalnya. Sedari kecil, saya melihat fakta-fakta yang menunjukkan betapa kerasnya hidup bagi nenek.  Banyak orang yang menyalahkan nenek, berkata nenek kampungan lah atau sebagainya. Padahal nenek yang lebih paham.
Nenek, bila engkau berada di dekatku saat ini dan mendengar segala yang ingin kuungkapkan padamu, ketahuilah bahwa aku sangat menyayangimu dan berharap engkau selalu bahagia.
Setiap malam dalam kehidupan remaja awal saya, nenek selalu berada di samping kanan saya. Menenangkan saya terbangun dari mimpi buruk. Dan ketika lewat jam 3 saya meraba-raba sisi kanan saya, yang ada hanyalah bantal dan guling karena nenek telah berkutat di depan kompor dapur.
Nenek, apakah engkau masih seperti dulu? Bangun dini hari untuk bersiap di dapur?
Kini saya sedang mengenyam pendidikan di bidang pendidikan. Kelak saya membutuhkan pemikiran-pemikiran nenek sebagai referensi. Saya tidak peduli pemikiran Piaget, Freud, atau siapa lah. Yang saya pedulikan hanya pemikiran Kanti Husen.
Nek, sedang apakah engaku saat ini? Apakah tidurmu nyenyak? Apakah nenek sedang mimpi indah?
Nenek, saya tidak tahu harus mengetik apa lagi. Air mata ini tidak akan kering apabila saya terus mengingat nenek.
Nek, cucumu ini sedang mengingatmu dan berharap engkau ada di sampinku untuk menghapus air mataku.

Ditulis penuh cinta di Padepokan Kahuripan, 26 Desember 2011 pukul 01.08 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar