Di malam selarut ini, entah
kenapa saya sangat ingin menangis. Mengingat perkataan-perkataan salah seorang
sahabat saya di kafe tadi yang membuat saya tertekan karena mengungkit-ungkit
nama nenek saya tercinta. Entah mengapa saya selalu sensitif bila telah
menyangkut nenek. Mungkin karena nenek adalah figur panutan saya di dunia.
Nenek yang merupakan ibu dari ayah saya itu memiliki pemikiran-pemikiran cerdas
dalam bidang pendidikan dan merupakan simbol pengorbanan seorang wanita. Walaupun
banyak tokoh wanita berpengaruh saat ini, namun saya tetap akan mengusungkan
nama nenek saya di jajaran terdepan. Suatu hari kelak saya akan menulis sebuah
buku yang memuat pemikiran-pemikiran cerdas nenek saya. Beliau memang hanya
seorang lulusan SD, namun bagi saya pemikiran-pemikiran beliau seperti lulusan
S3. Beliau merupakan seorang tokoh yang paling menginspirasi saya. Akhlak
beliau menjadi panutan saya hingga saat ini. Nenek saya selalu mengutamakan
pendidikan. Kuncinya adalah kasih sayang. Beliau sangat mencintai anak-anaknya.
Beliau mengorbankan banyak hal demi masa depan anak-anaknya. Baginya hal-hal
lain seperti penampilan fisik tidak begitu penting dibandingkan pendidikan.
Teori-teori psikologi pendidikan seperti jangan membentak anak, menghargai
kreativitas anak, sangat dijunjung beliau. Pemikiran ayah saya pun sangat
dipengaruhi nenek saya. Kelak pemikiran-pemikiran tersebut akhirnya terwariskan
kepada saya.
Hidup nenek saya tidak terlepas
dari penderitaan, perjuangan, dan pengorbanan. Banyak hal yang menyakitkan bagi
beliau, ketidakadilan misalnya. Sedari kecil, saya melihat fakta-fakta yang
menunjukkan betapa kerasnya hidup bagi nenek.
Banyak orang yang menyalahkan nenek, berkata nenek kampungan lah atau
sebagainya. Padahal nenek yang lebih paham.
Nenek, bila engkau berada di
dekatku saat ini dan mendengar segala yang ingin kuungkapkan padamu, ketahuilah
bahwa aku sangat menyayangimu dan berharap engkau selalu bahagia.
Setiap malam dalam kehidupan
remaja awal saya, nenek selalu berada di samping kanan saya. Menenangkan saya
terbangun dari mimpi buruk. Dan ketika lewat jam 3 saya meraba-raba sisi kanan
saya, yang ada hanyalah bantal dan guling karena nenek telah berkutat di depan
kompor dapur.
Nenek, apakah engkau masih
seperti dulu? Bangun dini hari untuk bersiap di dapur?
Kini saya sedang mengenyam
pendidikan di bidang pendidikan. Kelak saya membutuhkan pemikiran-pemikiran
nenek sebagai referensi. Saya tidak peduli pemikiran Piaget, Freud, atau siapa
lah. Yang saya pedulikan hanya pemikiran Kanti Husen.
Nek, sedang apakah engaku saat
ini? Apakah tidurmu nyenyak? Apakah nenek sedang mimpi indah?
Nenek, saya tidak tahu harus
mengetik apa lagi. Air mata ini tidak akan kering apabila saya terus mengingat
nenek.
Nek, cucumu ini sedang
mengingatmu dan berharap engkau ada di sampinku untuk menghapus air mataku.
Ditulis penuh cinta di Padepokan
Kahuripan, 26 Desember 2011 pukul 01.08 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar