Rabu, 23 Desember 2015

Penalaran, Jenis-jenis Penalaran, dan Indikator Penalaran

A.     Konsep Penalaran
Penalaran dikenal juga dengan istilah reasoning. Terdapat beberapa pengertian mengenai penalaran yang dikemukakan para ahli. Suriasumantri (2009: 42) menjelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Lebih lanjut, Suriasumantri (2009: 42) mengatakan:
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
 Sedangkan Copi (Shadiq, 2014: 25) menjelaskan istilah penalaran atau reasoning sebagai berikut, “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises.” Lebih lanjut, Keraf (Shadiq, 2014: 42) menjelaskan istilah penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan baru dengan cara menghubung-hubungkan fakta berdasarkan pada beberapa pernyataan yang disebut premis. Istilah yang berkaitan dengan istilah penalaran adalah argumen. Giere (Shadiq, 2014: 25) mengatakan “An argument is a set of statements divided into two parts, the premises and the intended conclusion.” Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pernyataan yang menjadi dasar penarikan kesimpulan inilah yang disebut dengan premis. Sedangkan hasilnya, suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi (Shadiq, 2014: 25). Menurut Suriasumantri (2009: 46), agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Terdapat bermaam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan penelaahan yang saksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan di pihak lain, kita mempunyai logika deduktif, yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang berisifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Ilmu yang mempelajari tentang penalaran atau penarikan kesimpulan disebut logika. Penalaran dapat dibedakan menjadi penalaran secara induktif dan penalaran secara deduktif.
B.     Penalaran Induktif
Dalam Suriasumantri (2009: 48), induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Sementara itu, John Stuart Mill (Shadiq, 2014: 42) menyatakan bahwa induksi merupakan suatu kegiatan budi, dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang tersebut tadi untuk hal-hal tertentu.
Giere (Shadiq, 2014: 43) menyatakan: “The general characteristic of inductive arguments is that they are knowledge expanding; that is, their conclusions contain more information than all they are premises combined.”
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah suatu cara berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat khusus untuk digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Dalam Shadiq (2014: 43) disebutkan bahwa penarikan kesimpulan pada induksi yang akan bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah menjadi suatu kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deduksi). Contoh dari kelebihan penalaran induktif ditunjukkan oleh ilmuwan terkenal dari Perancis, yaitu Galileo Galilei pada saat menemukan teori yang berkaitan dengan hubungan antara waktu ayun dan jarak ayun suatu bandul (Jacobs dalam Shadiq, 2014: 43).
Penarikan kesimpulan pada induksi yang akan bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah menjadi kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deduksi).
Namun demikian, di samping kelebihan yang ia miliki, deduksi juga memiliki kelemahan yaitu suatu pernyataan yang bersifat umum (general) yang merupakan hasil dari proses induksi harus dibuktikan kebenarannya dengan cara pembuktian deduktif atau dengan menunjukkan kesalahannya melalui suatu contoh sangkalan (counter example).
C.       Penalaran Deduktif
Menurut Suriasumantri (2009: 48), penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh sebelumnya kita dapat membuat silogismus sebagai berikut:
Semua makhluk mempunyai mata (premis mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (premis minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata (kesimpulan)

Dengan demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.
Jacobs (Shadiq, 2014: 63) menyatakan “Deductive reasoning is a method of drawing conclusions from the facts that we accept as true by using logic.” Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Suatu hal yang sudah jelas pun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar secara deduktif.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif adalah dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah suatu cara berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk ditarik kesimpulan kepada hal yang bersifat khusus serta biasanya menggunakan silogismus.
Pada proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi.
Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat diklaim tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving). Hal inilah yang diidentifikasi sebagai kelebihan dari deduksi jika dibandingkan dengan hasil pada proses induksi.
D.      Indikator Penalaran
Sumarmo (dalam Kusnadi) memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika, yaitu:
-         Membuat analogi dan generalisasi
-         Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
-         Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
-         Menyusun dan menguji konjektur
-         Memeriksa validitas argumen
-         Menyusun pembuktian langsung
-         Menyusun pembuktian tidak langsung
-         Memberikan contok penyangkal
-         Mengkuti aturan enferensi
Sedangkan menurut Asep Jihad (2013), indikator penalaran terdiri atas:
-         Menarik kesimpulan logis
-         Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
-         Memperkirakan jawaban dan proses solusi
-         Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
-         Menyusun dan menguji konjektur
-         Merumuskan lawan contoh (counter examples)
-         Mengikuti aturan inferensi, memeriksa valisitas argument
-         Menyusun argumen yang valid
-         Menyusun pembuktian langsung, tidak langsung, dan menggunakan induksi matematika

DAFTAR RUJUKAN
proposalmatematika23.blogspot.co.id/2013/05/kemampuan-penalaran-matematika.html
Shadiq, F. (2014). Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar