A.
Konsep
Penalaran
Penalaran
dikenal juga dengan istilah reasoning.
Terdapat beberapa pengertian mengenai penalaran yang dikemukakan para ahli.
Suriasumantri (2009: 42) menjelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses
berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Lebih
lanjut, Suriasumantri (2009: 42) mengatakan:
Penalaran
menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan
dengan perasaan, meskipun seperti dikatakan Pascal, hati pun mempunyai logika
tersendiri. Meskipun demikian patut kita sadari bahwa tidak semua kegiatan
berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Jadi penalaran merupakan kegiatan
berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Sedangkan Copi (Shadiq, 2014: 25) menjelaskan
istilah penalaran atau reasoning
sebagai berikut, “Reasoning is a special
kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn
from premises.” Lebih lanjut, Keraf (Shadiq, 2014: 42) menjelaskan istilah
penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan
fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penalaran merupakan suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan berupa
pengetahuan baru dengan cara menghubung-hubungkan fakta berdasarkan pada
beberapa pernyataan yang disebut premis. Istilah yang berkaitan dengan istilah
penalaran adalah argumen. Giere (Shadiq, 2014: 25) mengatakan “An argument is a set of statements divided
into two parts, the premises and the intended conclusion.” Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pernyataan yang menjadi dasar penarikan
kesimpulan inilah yang disebut dengan premis. Sedangkan hasilnya, suatu
pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi (Shadiq,
2014: 25). Menurut Suriasumantri (2009: 46), agar pengetahuan yang dihasilkan
penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih
(valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika
secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih.
Terdapat bermaam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan
tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, kita akan melakukan
penelaahan yang saksama hanya terhadap dua jenis cara penarikan kesimpulan,
yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya
dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan di pihak lain, kita mempunyai logika
deduktif, yang membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang berisifat
umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Ilmu yang mempelajari
tentang penalaran atau penarikan kesimpulan disebut logika. Penalaran dapat
dibedakan menjadi penalaran secara induktif dan penalaran secara deduktif.
B.
Penalaran
Induktif
Dalam
Suriasumantri (2009: 48), induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Sementara
itu, John Stuart Mill (Shadiq, 2014: 42) menyatakan bahwa induksi merupakan
suatu kegiatan budi, dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar
untuk kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan
yang tersebut tadi untuk hal-hal tertentu.
Giere
(Shadiq, 2014: 43) menyatakan: “The
general characteristic of inductive arguments is that they are knowledge
expanding; that is, their conclusions contain more information than all they
are premises combined.”
Berdasarkan
pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif
adalah suatu cara berpikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat khusus untuk
digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
Dalam
Shadiq (2014: 43) disebutkan bahwa penarikan kesimpulan pada induksi yang akan
bersifat umum (general) ini akan menjadi sangat penting, karena ilmu
pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan
ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang telah
menjadi suatu kelebihan dari penalaran induktif (induksi) dibandingkan dengan
penalaran deduktif (deduksi). Contoh dari kelebihan penalaran induktif
ditunjukkan oleh ilmuwan terkenal dari Perancis, yaitu Galileo Galilei pada
saat menemukan teori yang berkaitan dengan hubungan antara waktu ayun dan jarak
ayun suatu bandul (Jacobs dalam Shadiq, 2014: 43).
Penarikan
kesimpulan pada induksi yang akan bersifat umum (general) ini akan menjadi
sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa
adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat
umum. Hal inilah yang telah menjadi kelebihan dari penalaran induktif (induksi)
dibandingkan dengan penalaran deduktif (deduksi).
Namun
demikian, di samping kelebihan yang ia miliki, deduksi juga memiliki kelemahan
yaitu suatu pernyataan yang bersifat umum (general) yang merupakan hasil dari
proses induksi harus dibuktikan kebenarannya dengan cara pembuktian deduktif
atau dengan menunjukkan kesalahannya melalui suatu contoh sangkalan (counter
example).
C.
Penalaran
Deduktif
Menurut
Suriasumantri (2009: 48), penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang
sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari
pernyataan yang bersifat kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan
secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.
Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan
yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan
sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang
didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Dari contoh
sebelumnya kita dapat membuat silogismus sebagai berikut:
Semua makhluk mempunyai mata (premis
mayor)
Si Polan adalah seorang makhluk (premis
minor)
Jadi Si Polan mempunyai mata
(kesimpulan)
Dengan
demikian maka ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal yakni
kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan
kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya
tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah
pengetahuan yang disusun secara deduktif.
Jacobs
(Shadiq, 2014: 63) menyatakan “Deductive
reasoning is a method of drawing conclusions from the facts that we accept as
true by using logic.” Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara
penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar
dengan menggunakan logika. Suatu hal yang sudah jelas pun harus ditunjukkan
atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah yang benar secara deduktif.
Berdasarkan
pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif adalah dapat
disimpulkan bahwa penalaran induktif adalah suatu cara berpikir yang diawali
dari hal-hal yang bersifat umum untuk ditarik kesimpulan kepada hal yang bersifat
khusus serta biasanya menggunakan silogismus.
Pada
proses induksi atau penalaran induktif akan didapatkan suatu pernyataan baru
yang bersifat umum (general) yang melebihi kasus-kasus khususnya (knowledge
expanding), dan inilah yang diidentifikasi sebagai suatu kelebihan dari induksi
dibandingkan dengan deduksi. Hal ini pulalah yang menjadi kelemahan deduksi.
Pada
deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat diklaim tidak akan
pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar (truth preserving). Hal
inilah yang diidentifikasi sebagai kelebihan dari deduksi jika dibandingkan
dengan hasil pada proses induksi.
D.
Indikator
Penalaran
Sumarmo
(dalam Kusnadi) memberikan indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan
penalaran matematika, yaitu:
-
Membuat analogi dan generalisasi
-
Memberikan penjelasan dengan menggunakan
model
-
Menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika
-
Menyusun dan menguji konjektur
-
Memeriksa validitas argumen
-
Menyusun pembuktian langsung
-
Menyusun pembuktian tidak langsung
-
Memberikan contok penyangkal
-
Mengkuti aturan enferensi
Sedangkan
menurut Asep Jihad (2013), indikator penalaran terdiri atas:
-
Menarik kesimpulan logis
-
Memberikan penjelasan dengan menggunakan
model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan.
-
Memperkirakan jawaban dan proses solusi
-
Menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika
-
Menyusun dan menguji konjektur
-
Merumuskan lawan contoh (counter
examples)
-
Mengikuti aturan inferensi, memeriksa
valisitas argument
-
Menyusun argumen yang valid
-
Menyusun pembuktian langsung, tidak
langsung, dan menggunakan induksi matematika
DAFTAR RUJUKAN
proposalmatematika23.blogspot.co.id/2013/05/kemampuan-penalaran-matematika.html
Kusnandi.
(tt). Penalaran Matematika SMP.
[Online]. Tersedia di: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196903301993031-KUSNANDI/Penalaran_Matematika_SMP.pdf
Shadiq, F. (2014). Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Suriasumantri,
J.S. (2009). Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar